Bumi Kedua

Posted by Bumi Kedua , Wednesday, 26 January 2011 17:34


Bumi setelah kau kutampar berkali-kali
Bumi setelah nafasmu satu-satu
Bumi setelah kau terjatuh tidak bangun-bangun
Bumi setelah kau malu keluar rumah
Bumi setelah kau terkunci rapat dalam lemari berisi tumpukan masa lalu

Akupun membuka mata, melipat selimut dan sesekali berdoa,
kalau-kalau semalam ada harapan untuk pagi ini.
masih seperti biasa, kopi yang ingin ku seduh pagi ini masih berwarna coklat sedikit putih.
lebih terasa manis.

Dialah semerbak rindu yang dibasuh dengan sari bunga kuning, ungu dan putih.
wanginya sampai ke bumi. aku selalu menciumnya jika ingin pulang.

Inilah bumi yang sama-sama kita bentuk dan aku namai dia bumi kedua.

Ini terlihat lebih bersahabat dibanding bumi yang pernah aku bentuk sendiri wujudnya.
tidak berbatu,kering dan penuh ranting rapuh yang menyisakan satu dua helai
daun kering. Hanya burung pemalas yang singgah dan bersarang di dahannya.

Semua tampak sederhana membentang dari sisi kanan ke kiri, dari atas
dan jatuh pelan ke pelupuk mata berseri. mengalir mengairi lapisan epidermis,
membiarkannya searah jatuh vertikal berbarengan hangat peluk menyapu punggung.

Bumi setelah banyak yang berpulangan. tidak sanggup dan pasrah.
Tapi akulah dermaga yang kau tunggu. melepas beban dari jauh-jauh hari.
aku siap memanggul sekeranjang cinta dan memulainya lagi bersamamu.

Bumi dimana hujan berlangsung lama seimbang dengan lama gerah dari tahun ke tahun masa itu.
dialah yang kemudian menyegarkan semua Makhluk yang terkena nikmatnya.
dia juga yang telah merubah tanah kering menjadi layak untuk dikerjakan.
membuahkan hasil dan menghasilkan buah. Buah yang harum yang disajikan rakyat
untuk sang raja dengan ikhlas tertunduk dan hormat.

Bumi yang baru saja terlahir sejak kau membaca tulisan ini.
Bumi yang tidak hanya dalam angan tapi sudah punya wujud. Di sebelah kiri kau dan kanannya aku.
bumi dimana semua manusia berpasang-pasangan. Berani dan siap.

Bumi yang kau buat sendiri. hujannya air mata, langitnya kau ukir dengan tinta takkan luntur.
tanahnya yang bersahabat dengan tangan petani. Udaranya yang merdu, keluar dari selah kerongkongan menyatukan kata demi kata menghasilkan bunyian beriringan dan kaya nada.
Tak lupa kau sediakan api. api yang tahu percis seberapa dingin malam itu.

Bumi yang lebih dari sekedar keseimbangan tapi keserasian, kecocokan, pas,
saat bubuk kopi menerima banyaknya gula.
ini semua semata-mata karena gula tahu bagaimana ia memanjakan kopi.
Keduanya bekerja sama mengulangi kebiasaan itu tiap kali tuannya ingin menyatu dengan rindu.

Inilah bumi kita.
Bumi yang sama-sama kita ukir.













Earth without tears, without injury, without surrender.

1 Response to "Bumi Kedua"

Icanami (Ernisa Purba ) Says:

:) mudah2 an ikon titik dua dan tutup kurung itu, bisa mewakili apa yang aku rasa.
terimakasih, sampai aku tidak bisa berkata2. :)
*Sambil perpijak di bumi kita.

Post a Comment