Menyelami Siang

Posted by Bumi Kedua , Saturday 29 January 2011 03:28

Menyelami siang di tepian pijar andromeda berputar-putar tidak teratur.
Ada biduk terdampar diikat rantai berkarat dan burung-burung camar yang terlaparkan.
Aku juga ikut terdampar oh lunglai petang nan singkat.
Mengapa kau tinggalkan aku dan lebih memilih dia kacung.

Aku Tak bisa menunda gerak jemari.
Tak bisa diam kaki yang berlumut lengket tua.
singkatkan malam ini. Dan sekali lagi kau telah menulisiku sejarah.

Sejarah yang merelakan ikhlas.
Demi apapun.
Saat ini dan nanti aku yang akan terbiasa menepati ikrar.
berenang dalam-dalam suka hati, Meluncur kemasa lalu : Hei, Selamat tinggal.

Hidup ini pilihan. pilihan hitam di campur putih.
Membiarkan kuas menari menempelkan tinta hingga menepi.
mengikuti jari-jari ilham kesana kemari lalu berhenti.

berhenti.

Apakah Dia Robot Kopi ?

Posted by Bumi Kedua , Wednesday 26 January 2011 19:40


Kopi ini, tak tahu datangnya dari mana. Tiba-tiba saja sudah ada dalam kemasan.
Sepertinya mereka tahu percis kopi yang enak itu seperti apa.
Tak perlu menambahkan apa-apa. kau cukup menyeduhnya dengan air panas.
Ketahuilah mereka sangat bersemangat. 
Mereka berterimakasih karena kau baru saja melahirkan mereka. 
Mereka hidup satu demi satu menyatu.

Terbentuklah kepala. Kepala yang berisi elemen pengendali gerak.
Terbentuklah tangan. Tangan yang tahu kapan dia harus memukul mundur.
Terbentuklah dada. Dada yang siap menerima seberapa keras peluru.
Terbentuklah kaki. Kaki yang kokoh berlari kencang dan menghindar.

Sebelum kau menjalankan tugas. Aku ingin bertanya beberapa hal. Apakah kau Robot Kopi?
Jika iya, Seberapa banyak gula yang mereka butuhkan untuk segelas kopi?
Aku ingin sepertimu teman. Sudikah tuanmu menerima aku masuk dalam timmu?

Kalau aku belum pantas untuk itu, Beri aku waktu beberapa menit.
Aku akan menawarkan banyak bahan untuk tuan.
Aku punya sekarung timah pahit, tembaga dan baja unggul.
Semua aku dapat saat aku masih kuliah dulu.

Jika aku boleh berbagi, ini bukan hal yang mudah untuk mendapatkannya.
2 tahun aku Berkelahi dengan Monster pemalas.
Aku juga pernah terjatuh dalam rentan waktu yang cukup lama.
Sampai pada akhirnya orang-orang  menepuk pundakku.
Mereka mengucapkan selamat. “Kamu berhasil mengalahkannya”

Aku harus buru-buru.
Semoga nanti tuanmu bisa mempertimbangkannya.
Panggil aku jika aku dibutuhkan.
Aku tertarik dengan tugas ini.

Bumi Kedua

Posted by Bumi Kedua 17:34


Bumi setelah kau kutampar berkali-kali
Bumi setelah nafasmu satu-satu
Bumi setelah kau terjatuh tidak bangun-bangun
Bumi setelah kau malu keluar rumah
Bumi setelah kau terkunci rapat dalam lemari berisi tumpukan masa lalu

Akupun membuka mata, melipat selimut dan sesekali berdoa,
kalau-kalau semalam ada harapan untuk pagi ini.
masih seperti biasa, kopi yang ingin ku seduh pagi ini masih berwarna coklat sedikit putih.
lebih terasa manis.

Dialah semerbak rindu yang dibasuh dengan sari bunga kuning, ungu dan putih.
wanginya sampai ke bumi. aku selalu menciumnya jika ingin pulang.

Inilah bumi yang sama-sama kita bentuk dan aku namai dia bumi kedua.

Ini terlihat lebih bersahabat dibanding bumi yang pernah aku bentuk sendiri wujudnya.
tidak berbatu,kering dan penuh ranting rapuh yang menyisakan satu dua helai
daun kering. Hanya burung pemalas yang singgah dan bersarang di dahannya.

Semua tampak sederhana membentang dari sisi kanan ke kiri, dari atas
dan jatuh pelan ke pelupuk mata berseri. mengalir mengairi lapisan epidermis,
membiarkannya searah jatuh vertikal berbarengan hangat peluk menyapu punggung.

Bumi setelah banyak yang berpulangan. tidak sanggup dan pasrah.
Tapi akulah dermaga yang kau tunggu. melepas beban dari jauh-jauh hari.
aku siap memanggul sekeranjang cinta dan memulainya lagi bersamamu.

Bumi dimana hujan berlangsung lama seimbang dengan lama gerah dari tahun ke tahun masa itu.
dialah yang kemudian menyegarkan semua Makhluk yang terkena nikmatnya.
dia juga yang telah merubah tanah kering menjadi layak untuk dikerjakan.
membuahkan hasil dan menghasilkan buah. Buah yang harum yang disajikan rakyat
untuk sang raja dengan ikhlas tertunduk dan hormat.

Bumi yang baru saja terlahir sejak kau membaca tulisan ini.
Bumi yang tidak hanya dalam angan tapi sudah punya wujud. Di sebelah kiri kau dan kanannya aku.
bumi dimana semua manusia berpasang-pasangan. Berani dan siap.

Bumi yang kau buat sendiri. hujannya air mata, langitnya kau ukir dengan tinta takkan luntur.
tanahnya yang bersahabat dengan tangan petani. Udaranya yang merdu, keluar dari selah kerongkongan menyatukan kata demi kata menghasilkan bunyian beriringan dan kaya nada.
Tak lupa kau sediakan api. api yang tahu percis seberapa dingin malam itu.

Bumi yang lebih dari sekedar keseimbangan tapi keserasian, kecocokan, pas,
saat bubuk kopi menerima banyaknya gula.
ini semua semata-mata karena gula tahu bagaimana ia memanjakan kopi.
Keduanya bekerja sama mengulangi kebiasaan itu tiap kali tuannya ingin menyatu dengan rindu.

Inilah bumi kita.
Bumi yang sama-sama kita ukir.













Earth without tears, without injury, without surrender.