Di sana...
Ketempat dimana semesta rindu berkumpul
Ketempat dimana awannya selalu mendung
Ketempat dimana ada sepenggal sajak yang belum diberi judul
Suara desir anginnya menyimpan kenang
Airnya yang setia membasahi peluh tubuh
Dedaun yang dimandi gerimis
Bebatu yang kokohkan prasasti
Peran ini terus berganti ganti menapaki kerikil tak berhenti
kemudian kita lupa bagaimana bisa ke masa lalu karena waktu tak mau menunggu
Berbicaralah pada tanahnya tentang musim yang bergiliran mengikis kenang
Setiap mulut akan berkata jujur tentang bentangan ladang yang menghilang
Tentang kekasih dan kemarau
Aku melihat gerimis dari bawah kursi panjang
Aku melihat rintiknya menjatuhi
Aku menangkap lebih dari satu gerimis
Aku melihat ada yang mengalir dari bawah kursi panjang
Aku melihat yang mengalir lebih dari satu
Aku melihat ada gerimis yang jatuh dari atap rumah
Aku melihat gerimis jatuh dari atap rumah
Aku menangkap hujan.
Posted by
Bumi Kedua
03:42
Bumi memang semakin tua...
Tergambar dari sikapmu yang semakin buta
Seakan lelah kau berteriak wahai terik untuk negeri nan angkuh
Di senja ini kau hempas beban
Besok kita mulai lagi pertarungan
Pertarungan menyadarkan siapa tuhan siapa manusia
Siapa pencipta siapa pencetus
siapa yg berjuang siapa kawan
Dari Selongsong negeri.
Merah marun kolormu terjepit diselah jemuran kayu
Aku yang memandangi kayunya yang sama kusam dengan kolormu
Akrab kayu dan kolor, aku yang mengiri bersama bersama tali jemuran
Ada lalat yg coba menjilat-jilat. Tak bersih sabun batangan
Kayu jemuran tak karuan gatalan Tali jemuran mengikik geli
Kolor yang makan hati, Aku yang mengamati
Ada yg berlari diatas tali jemuran.
Menyelamatkan kolor yang terjepit tak beraturan..
Aku terheran..
Dia...
saudara kandung merah marun.
Yang ini, Ungu warnanya bertulis don't touch me !
Tali jemuran lagi-lagi mengiri. Aku lari, dia kemari.
Posted by
Bumi Kedua
19:20
Adalah taik yang mengeras tertumpuk dalam klosed kamar mandi rumah bertahun tak berpenghuni.
Respon otak seketika memasukkan leher baju menutup hidung
Temboknya coklat hitam retak pasir-pasir semen cor
Aku yang memandang taiknya lalu temboknya
Ada sepasang muda-mudi sedang mempraktekkan gaya anjing
Sisa kondom berisi sperma berserakan terkapar dimana-mana
Calon bayi yang gugur dalam karet plastik!
Antara taik, kondom, sepasang muda-mudi dan rumah tua
Bau kencing korban jengkol!
Disini..
Ada birahi yang masih menempel di tembok dan bau keringat anak SMP
Birahi yang mendominasi setiap sudut ruang dan mengalahkan takut hantu sang pemilik rumah yang mati gantung diri.
Dialah korban dari jerit puisi
Yang menciptakan dimensi suram kelam sipenghuni
Aku tak pernah kenal dengan yang namanya cinta. yang ini perlu kau garis bawahi
Birahilah yang menari-nari telanjang bugilkan puisi-puisi !
Adalah taik yang mengeras tertumpuk dalam klosed kamar mandi rumah bertahun tak berpenghuni.
Adalah burung yang menerbangkan sajakku menghinggap di dahan rindumu
Adalah cangkir yang telungkup di ujung rak buku sebagai sepinya aku
Yang beradu dilangit adalah makna. yang mengawang dialah jiwa
Yang tak berjudul adalah kau. kau yang langsung menumpah ruah kanvas warna warni.
Layar ini semakin bisu.
huruf-huruf dan angka-angka beterbangan memaki kontras peradaban.
Ada yang mencinta Tuhan melebih nyawanya.
Malam yang selalu menarik tangan cepat-cepat.
Masih doa yang sama dari hari selasa.
Sudah lah.
Damai saudara, damai bangsa. Minuman kita belum habis.
tuang lagi, didin pucat berbotol oplosan tergeliding geli.
Bismillah Allahu Akbar ! Halleluya Puji Tuhan.
Mantra dua kubu yang menjijikkan.
Aku yang dililit Khotbah saling bunuh.
Apakah Angin yang telah memperdaya surga Allah?
Aku hanya mencicip iri hari ini. Telinga yang berisi kecoa.
Kau yang mengirim dogma, aku yang menjulurkan jari-jari kecil.
iming-iming surga entah.
Posted by
Bumi Kedua
20:16
Andai aku waktu, Masihkah kau mengenaliku di sejengkal detik yang aku langkahi ke belakang ?
Masihkah kau mengenaliku bila gemintang dan bulannya aku saku?
masihkah kau mengenaliku jika ada orang ketiga dalam sajakku ?
Atau pedang yang kalah sebelum berperang, atau bantah dulu sebelum kata?
Masihkah kau menghafal tingkahku ?
Tak perlu aku ulang-ulang lagi, karena katamu lebih menyakitkan dari setengah mati.
Aku ingin mengembara kemasa lalu. aku rancang cerita biar tersesat.
tak ingin lah aku menikmat cinta, apalagi mengenalimu.
Aku yang sengaja menyesatkan diri. biarkan saja berita terbakar hingga ke kampung halaman.
Apakah kau masih peduli aku ?
Aku masih mengenalimu dari gerimis dan bau tanah.
Bulan yang ditikam gerimis abstrakkan malam patah-patah
Menjaring satu demi satu Sketsa imaji, kemudian Mencari sudut
Dia yang diramu malam memanjaku tuang demi tuang
Ada bulan yang tergantung dibibir cangkir kopi, menatapku seakan ingin berganti peran
Detiknya yang masih sama. aku yang menarik-narik tangan waktu
khawatirku mendaratkan doa penyeimbang rentang
Aku yang melantunkan bait sesegera, menatap mentari yang sedari menunggu mendung yang disapu
Kerikil yang masih dinginkan tanahnya
dedaun yang dimandi gerimis
pagi kau kecup harap di jemari.
Posted by
Bumi Kedua
10:00
Yang tergelinding berarakan mengalir, Kau puisi malam yang berdentum kejut-kejut.
menutup-nutup khawatir sembunyi-sembunyi.
Inilah negeri tuan yang kuncupnya mengakar lontar-lontar getar lapar.
Mulut-mulut dibalut takut yang semakin larut
Ada yang ditangkap malam dari jalan-jalan.
Ada yang memandu, bendera terkibar. Oo warna silau beradu-adu.
kau yang menaruh rindu pada bulan. bulan yang didandan.
Terlahir
menyusun langkah dan merencana pelangi
Duhai malam aku tulis ini
Sebagai saksi menghantar hari yang berganti-ganti
Terima kasih untuk yang setia menyapa maret
Ayah, ibu, Frans, Siska, Simon, Rosa
Aku mencintai kalian.